“Mas, aku mau jual keperawananku … juta. Aku benar-benar butuh uang untuk biaya berobat adikku yang semakin kritis. Aku dah cuba ke sana- kemari minjam uang, tapi hasilnya hampa. Aku terpaksa lakuin ini Mas.”
Dengan suara berat penuh beban, engkau lontarkan kata-kata ini. Haru-biru penuh emosional. Seketika aku terhenyak. Lama aku tercenung, kembali mengingat kata-kata demi kata yang engkau ucapkan tadi.
Aku mengira engkau telah putus asa dengan masalah yang engkau hadapi. Tapi malam ini aku baru sadar, bahwa yang hendak engkau lakukan, bukanlah sebuah keputus-asaan.
Ini benar-benar pilihan pahit. Apalah arti sebuah keperawanan jika bisa menolong nyawa orang dikasihi. Bukankah kehilangan orang dicintai lebih menyakitkan daripada kehilangan keperawanan yang sudah tak dipermasalahan oleh orang-orang modern sekarang?
Aku tersentak, renyuh dengan pengorbanan yang hendak engkau lakukan. Rela dirimu berkorban, menodai diri demi adikmu yang teramat engkau sayangi. Di usiamu yang masih muda, engkau telah menjadi “dewasa”, menjadi pesakitan berjuang menghidupi keluargamu.
Aku tak merasa diriku lebih suci darimu. Tiada kebencian kepadamu. Karena aku bukanlah apa-apa. Hampir seperempat abad umurku, tapi masih saja aku menadahkan tangan, meminta uang kepada orang tua. Egois, mementingkan diri sendiri dan merasa diri hebat. Sementara engkau, telah menjadi martir demi kelangsungan hidup orang-orang yang berharap dari curah keringat yang engkau cucurkan setiap hari.
Aku tidak akan menyalahkan Tuhan, dan ku yakin engkaupun tiada membenci Tuhan karena takdir yang harus engkau jalani. Engkau hanya mencoba berbuat baik meski harus mengorbankan diri dengan perbuatan yang dianggap nista oleh masyarakat. Tapi apakah orang lain peduli dengan pahit hidup yang engkau jalani? Mungkin engkau tiada membenci orang-orang yang tak berbelas kasihan kepadamu. Karena mereka terlalu sibuk dengan urusan dan kesenangan sendiri. Engkau begitu tegar, menegakkan kepala, seolah berkata “aku akan terjang penderitaan ini”.
Di keheningan malam ini, aku hanya bisa berharap engkau tak jadi lakukan rencana menyakitkan itu. Semoga ada jalan bagimu, untuk membiayai adikmu yang sakit dan engkaupun tiada harus kehilangan kesucian. Jika do’a masih didengar oleh Tuhan, kupanjatkan permohonan ini. Semoga Dia di atas langit sana, menunjukkan kasih dan sayangNya kepadamu adinda… Amien…
Malam semakin larut. Aku gamang karena tak bisa menolongmu dari derita ini. Aku benar-benar murka dengan diriku. Kenapa aku tak bisa membantumu adinda…Maafkan aku…Hiks…
Menarik Banget nih Tulisan, akhirnya COPAS from Kujual Tubuhku.
Dengan suara berat penuh beban, engkau lontarkan kata-kata ini. Haru-biru penuh emosional. Seketika aku terhenyak. Lama aku tercenung, kembali mengingat kata-kata demi kata yang engkau ucapkan tadi.
Aku mengira engkau telah putus asa dengan masalah yang engkau hadapi. Tapi malam ini aku baru sadar, bahwa yang hendak engkau lakukan, bukanlah sebuah keputus-asaan.
Ini benar-benar pilihan pahit. Apalah arti sebuah keperawanan jika bisa menolong nyawa orang dikasihi. Bukankah kehilangan orang dicintai lebih menyakitkan daripada kehilangan keperawanan yang sudah tak dipermasalahan oleh orang-orang modern sekarang?
Aku tersentak, renyuh dengan pengorbanan yang hendak engkau lakukan. Rela dirimu berkorban, menodai diri demi adikmu yang teramat engkau sayangi. Di usiamu yang masih muda, engkau telah menjadi “dewasa”, menjadi pesakitan berjuang menghidupi keluargamu.
Aku tak merasa diriku lebih suci darimu. Tiada kebencian kepadamu. Karena aku bukanlah apa-apa. Hampir seperempat abad umurku, tapi masih saja aku menadahkan tangan, meminta uang kepada orang tua. Egois, mementingkan diri sendiri dan merasa diri hebat. Sementara engkau, telah menjadi martir demi kelangsungan hidup orang-orang yang berharap dari curah keringat yang engkau cucurkan setiap hari.
Aku tidak akan menyalahkan Tuhan, dan ku yakin engkaupun tiada membenci Tuhan karena takdir yang harus engkau jalani. Engkau hanya mencoba berbuat baik meski harus mengorbankan diri dengan perbuatan yang dianggap nista oleh masyarakat. Tapi apakah orang lain peduli dengan pahit hidup yang engkau jalani? Mungkin engkau tiada membenci orang-orang yang tak berbelas kasihan kepadamu. Karena mereka terlalu sibuk dengan urusan dan kesenangan sendiri. Engkau begitu tegar, menegakkan kepala, seolah berkata “aku akan terjang penderitaan ini”.
Di keheningan malam ini, aku hanya bisa berharap engkau tak jadi lakukan rencana menyakitkan itu. Semoga ada jalan bagimu, untuk membiayai adikmu yang sakit dan engkaupun tiada harus kehilangan kesucian. Jika do’a masih didengar oleh Tuhan, kupanjatkan permohonan ini. Semoga Dia di atas langit sana, menunjukkan kasih dan sayangNya kepadamu adinda… Amien…
Malam semakin larut. Aku gamang karena tak bisa menolongmu dari derita ini. Aku benar-benar murka dengan diriku. Kenapa aku tak bisa membantumu adinda…Maafkan aku…Hiks…
Menarik Banget nih Tulisan, akhirnya COPAS from Kujual Tubuhku.
aku bagi duit free,tanpa cas keprawananya.
itu jika aku boss....bos yg baik hati
sayangnya cuma kuli,jadi bantu doa saja ya neng :D